GUNUNG LAWU
Gunung
Lawu, sebuah dataran tinggi yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan
Jawa Timur ini sangat sarat akan mitos, misteri dan legenda. Hal itu
pula yang mengundang banyak orang ingin mendatanginya, banyak orang
ingin merasakan sendiri suasana angker di Gunung Lawu.
Apabila
kamu pernah mendaki Gunung Lawu, kamu pun pasti tahu, sampai di mana
tingkat kekentalan mistis yang ada pada Gunung Lawu. Begitupun dengan
salah satu anggota tim SAR yang pernah bertugas di sana. Dia
mengungkapkan apa yang dia rasakan saat bertugas di gunung yang termasuk
dalam Seven Summits of Java ini.
1. Legenda Gunung Lawu
Kisah
berawal dari masa berakhirnya kerajaan Majapahit, yakni pada tahun 1400
M. Kala itu, orang yang menduduki kursi kerajaan adalah Prabu
Bhrawijaya V, beliau adalah raja terakhir dari kerajaan Majapahit.
Sejarah
mengenal, bahwa Prabu Bhrawijaya V mempunyai dua istri, yaitu Ratu
Petak Putri berkebangsaan Tiongkok dan Ratu Jingga. Dari ke-2 istrinya,
Ratu Jingga melahirkan Pangeran Katong dan Ratu Petak Putri melahirkan
Raden Fatah.
Singkat cerita, saat Raden Fatah memasuki usia
dewasa, ternyata Raden Fatah memeluk agama Islam, ia membelot dari agama
sang ayah yang beragama Budha. Bersamaan dengan meredupnya kerajaan
Majapahit, Raden Fatah pun mendirikan kerajaan Demak yang berpusat di
Glagah Wangi, sekarang lebih dikenal Alun-Alun Demak. Kenyataan yang
membuat Prabu Bhrawijaya V merasa gundah.
Pada suatu malam, Prabu
Bhrawijaya V bersemedi, dalam semedinya, beliau mendapatkan petunjuk
yang mengatakan bahwa kerajaan Majapahit akan meredup dan cahaya beralih
ke kerajaan anaknya, yakni kerajaan Demak. Sesaat itu pula Prabu
Bhrawijaya V meninggalkan kerajaan Majapahit, menuju Gunung Lawu untuk
menyendiri.
2. Gunung Lawu Merupakan Persinggahan Terakhir Prabu Bhrawijaya V
Sesaat
setelah meninggalkan kerajaannya, sebelum naik ke Gunung Lawu, Prabu
Bhrawijaya V bertemu dengan dua orang pengikutnya, kepala dusun dari
wilayah kerajaan Majapahit, masing-masing dari mereka adalah Dipa
Menggala dan Wangsa Menggala. Karena mereka berdua tidak tega melihat
Prabu Bhrawijaya V berjalan sendirian, mereka pun ikut menemani Prabu
Bhrawijaya V naik ke puncak Gunung Lawu.
Setelah sampai di puncak Hargo Dalem (Catatan: Gunung Lawu memiliki 3 puncak, yaitu Hargo Dalem, Hargo Dumiling dan yang paling tinggi, Hargo Dumilah.) Prabu Bhrawijaya V berkata kepada 2 pengikut setianya.
" Wahai
2 abdiku yang setia, inilah saatnya aku moksa, menghilang dan
meninggalkan kehidupan yang ramai ini. Untuk Dipa Menggala, kau kuangkat
menjadi penguasa Gunung Lawu, penguasa setiap makhluk ghaib di sini.
Batas wilayahmu hingga Gunung Merbabu di barat, Gunung Wilis di timur,
Pantai Selatan di selatan dan Pantai Utara di utara, gelarmu adalah
Sunan Gunung Lawu. Dan Wangsa Menggala, kau kuangkat sebagai patih Dipa
Menggala, gelarmu adalah Kyai Jalak. "
Selesai mengucapkan kalimat itu, Prabu Bhrawijaya V pun menghilang. Hingga kini, jasad beliau tidak pernah ditemukan oleh siapa pun.
3. Misteri Burung Jalak Gading Di Gunung Lawu, Dipercaya Sebagai Jelmaan Kyai Jalak
Setelah Prabu Bhrawijaya V melakukan moksa dan menghilang, tersisalah 2 pengikut setianya, Sunan Gunung Lawu dan kyai Jalak. Sejarah bercerita, mereka berdua menjalankan amanat Prabu Bhrawijaya V, mereka menjaga gunung Lawu.
Dengan kesempurnaan ilmu yang mereka punya, Sunan Gunung Lawu menjelma menjadi makhluk ghaib dan Kyai Lawu menjelma menjadi seekor burung Jalak berwarna gading.
Kisah tentang burung Jalak Gading ini masih berlanjut hingga saat sekarang, banyak orang percaya bahwa burung Jalak Gading sering muncul dan meberi petunjuk jalan menuju puncak Gunung Lawu kepada para pendaki yang memiliki tujuan baik. Sedangkan, apabila pendaki memiliki niatan buruk, Kyai Jalak tidak akan merestui mereka, akibatnya, para pendaki yang memiliki niatan buruk akan terkena nasib naas.
4. Kehadiran Pasar Setan Di Lereng Gunung Lawu, Seakan Mempertebal Nuansa Mistik Gunung Ini
Kehadiran Pasar Setan di Gunung Lawu sudah tidak asing lagi di telinga para pendaki, sebuah pasar yang tak terlihat dengan kasat mata ini berada di jalur Candi Cetho, lereng Gunung Lawu, sebuah lahan yang ditumbuhi ilalang.
Berbicara tentang jalur Candi Cetho, sebetulnya, jalur ini adalah jalur yang paling pendek dan cepat menuju puncak Lawu, karena perjalanan dimulai dari 1.470 mdpl. Akan tetapi, jalur pendek ini sekaligus menjadi jalur yang paling berbahaya. Sebab,
Tanjakan-tanjakan di jalur ini sangat terjal, jurang curam menganga di pinggiran track, kabut tebal sering turun membuat jarak pandang menjadi begitu pendek dan memperbesar resiko tersesat. Serta kepercayaan yang mengatakan bahwa jalur ini adalah perlintasan alam ghaib dan kehadiran pasar setan.
Oleh sebab itulah, mengapa jalur ini berbahaya dan tidak begitu favorit. Para pendaki lebih senang memilih dua jalur lainnya, yaitu jalur Cemoro Kandang dan jalur Cemoro Sewu.
Kembali ke pembicaraan tentang Pasar Setan, sebagian pendaki mengaku pernah mendengar suara bising, seakan berada di pasar, saat melewati sebuah lahan tanah yang berada di lereng Gunung Lawu. Terdengar pula suara yang sedang menawarkan dagangannya. 'Mau beli apa?.
Konon, apabila di sana kamu mendengar suara-suara aneh tersebut, maka kamu harus membuang salah satu barang yang kamu punya, sebagaimana orang yang sedang bertransaksi dengan cara barter.
5. Seakan Memiliki Telinga, Gunung Lawu Bisa Mendengarkan Apa Yang Kamu Keluhkan
Faris, seorang pendaki gunung yang bertempat tinggal di Magetan mengatakan :
" Saat mendaki Gunung Lawu, sebaiknya tidak banyak mengeluh, sebab, gunung Lawu itu akan mendengar apa yang kamu keluhkan dan mewujudkannya. Bila kamu mengeluh lapar, kamu akan merasakan kelaparan yang luar biasa. Bila kamu mengeluh cape, kamu akan merasakan cape yang tiada tara. Begitupun saat kamu mengeluhkan hal-hal lainnya. Jadi, berhati-hatilah dalam ucapan. "
6. Kupu-Kupu Hitam yang Memiliki Bulatan Biru Di Sayapnya Adalah Penerima Tamu di Gunung Lawu
Sebuah mitos mengatakan, apabila seorang pendaki bertemu dengan kupu-kupu hitam yang memiliki bulatan biru di sayapnya, artinya, pendaki tersebut diterima baik di Gunung Lawu. Apabila pendaki tersebut tidak mau tertimpa nasib malang dan ingin mendapatkan berkah, sebaiknya dia tidak menangkap, mengganggu, menyakiti dan membunuh kupu-kupu tersebut.
7. Pantangan Memakai Baju Hijau Saat Mendaki Gunung Lawu
Dipercaya bahwa saat mendaki Gunung Lawu tidak boleh memakai pakaian berwarna hijau, hal ini disebabkan karena baju berwarna hijau adalah pakaian yang digunakan oleh Nyi Roro Kidul, Ratu Pantai Selatan, yang tidak boleh digunakan sembarangan di Jawa.
8. Pantangan Untuk Tidak Membawa Rombongan yang Berjumlah Ganjil
Kepercayaan mengatakan bahwa, barang siapa yang mendaki Gunung Lawu dengan rombongan berjumlah ganjil, maka rombongan tersebut akan dilanda nasib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar